Kilang Minyak Kuala Tanjung, Masa Depan Petani Kehilangan Lahan

Kontra.id — Pagi pertengahan Februari 2020, udara dingin menyelimuti pemukiman Desa Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara, Sumut.

Selepas ayam jago berkokok, seperti biasa, Sairin bergegas ke sawah untuk bertani.

Bagi lelaki berusia 54 tahun ini, menjadi petani merupakan garis hidup yang patut dia syukuri.

Meskipun terkadang nasib baik tak selalu menghampirinya.

Belakangan, muncul kekhawatiran dalam diri Sairin.

Isu peralihan sawah menjadi kawasan industri mulai menganggu pikirannya.

Kini kemegahan pertanian yang dimikinya mendapat ancaman.

Apalagi sejak Jalan Tol Kuala Tanjung – Indrapura serta proyek pengembangan kawasan hub port Internasiomal dibangun.

Kegelisahan akan kehilangan lahan pertanian terus terlintas di benaknya.

“Semenjak Tol Kuala Tanjung-Indrapura dibagun dan Pelabuhan Internasional beroperasi, banyak kabar beredar. Katanya, akan ada pembebasan lahan lagi untuk kawasan industri di kampung ini,” jelasnya, membuka perbicangan.

Selepas ayam jago berkokok, seperti biasa, Sairin bergegas ke sawah untuk bertani di Dusun VI, Desa Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara, Pertengahan Februari 2020. Foto: TAF/kontra.ID

Sairin patut gusar akan keterancaman mata pencahariannya.

Sebab, jarak sawah miliknya seluas 16000 meter, hanya 1 kilometer jaraknya dari pintu Tol Kuala Tanjung, tepatnya 3 kilometer dari pintu Pelabuhan Kuala Tanjung.

“ya aku pasti ingin usaha pertanian ini terus lanjut. Istilahnya, untung atau tidak tani ini kan tetap jalan terus. Kalau sawah hilang, aku tidak punya keahlian lain untuk menghidupi keluarga,” ujarnya.

Berdasarkan pantauan Kontra, di beberapa wilayah Kabupaten Batu Bara, memang sudah terjadi peralihan kepemilikan tanah untuk kepentingan pembagunan.

Di Kecamatan Sei Suka misalnya pada tahun 2016, terdapat 1.418 hektar lahan pertanian di Kecamatan Sei Suka, namun seiring dibagunnya tol Kuala Tanjung-Indrapura dan pabrik-pabrik baru kini mengalami penurunan.

Menurut Sairin, proyek Tol, Rel KA dan pengembangan pelabuhan Kuala Tanjung hasilya sudah terlihat beberapa tahun terakhir, mengakibatkan terjadinya peralihan fungsi lahan.

“Di wilayah pesawahan kuhususnya sudah terjadi sebahgian alih fungsi,” kata Sairin.

Kontra mencatat, dalam rencana pola ruang (RTRW) provinsi Sumatera Utara, Desa Kuala Tanjung sesuai Permenhub no 20/2012, memang ditargetkan menjadi lokasi Pengembangan kawasan Pelabuhan Kuala Tanjung.

Terakhir disusul dengan rencana mega proyek pembangunan Kilang Minyak dan Petrokimia.

Menurut Sairin, kehadiran industri raksasa di pedesaannya itu kini  telah memakasa warga termasuk dirinya harus menyesuaikan diri dengan ritme proyek industrial itu.

Tercatat, sekitar 1.700 ha lahan Kuala Tanjung akan dibebaskan.

1.128 ha dari 1.7000 tersebut akan dibagun kilang dan petrokimia.

Sedangkan 500 ha lainnya akan dikembangkan untuk cluster industri penunjang pelabuhan.

Kini setelah Sairin menyadari lahannya memasuki Kawasan Proyek Staretgis Nasional, pria yang dikaruniai empat anak itu tak bisa memastikan dengan adanya mega proyek ini dapat memberi perubahan yang lebih baik baginya.

Sairin mengaku, selama Per-enam bulan memanen, dia bisa meraup Rp40 juta dari hasil bertani.

“Ini saja pendapatan sudah cukup membantu dan menyekolahkan anak, tak tau nanti setelah lahan ini dibebaskan,” Kata dia.

Sairin menceritakan itu sambil bergerutu karena akan kehilangan lahan bertani, disi lain dia juga tak kuasa menolak pembangunan.

Meski pesimis akan kehilangan lahan dan pekerjaan, Sairin mengaku mendukung sepenuhnya rencana pemerintah.

“Kalo pemerintah memang memerlukan, ya mau enggak mau tak mungkin aku tolak, yang penting bukan ganti rugi, sepanjang Pemerintah masih menerapkan ganti untung tak ada alasan kita mau menolaknya,” kata Sairin.

Sairin bukan satu-satunya warga yang berharap ganti untung.

Ratusan, bahkan ribuan warga pemilk lahan juga memiliki harapan yang sama, agar pemerintah menerapkan sistim ganti untung.

Bupati Kabupaten Batu Bara Zahir sebelumnya memastikan bakal menerbitkan penetapan lokasi (Penlok) Kilang Minyak dan Petrokimia di Pelabuhan Kuala Tanjung pada Februari 2020.

Untuk pembangunannya, Zahir memastikan pada April 2020.

Pada Juni 2020, dia menjamin akan mulai merekrut tenaga operator Kilang, diambil dari putra daerah.

“Pada bulan Februari sudah ditetapkan lokasi kilang minyak dan petrokimia, Maret dan April dimulai pembangunannya. Dalam bulan Juni 2020 direncanakan merekrut operator untuk kilang minyak bagi putra darah,” kata Bupati Batu Bara Zahir.

Tak hanya itu. Angkatan kerja di seluruh desa-desa Batu Bara juga akan mendapatkan pelatihan di bidang perminyakan dan operator.

“Diharapkan akan ada tenaga yang terampil dari kabupaten Batu Bara,” ucap Zahir.

Bupati Zahir dan rombongan dalam Rapat terbatas di Gedung Kementrian Perhubungan, Jakarta, pada Kamis (16/1/2020). (Foto: Tim Bupati Untuk Percepatan Pembagunan)

Kehadiran kilang juga diharapkan memberi manfaat ekonomi.

Warga kabupaten Batu Bara, kata Zahir, “juga bisa berjualan dan menyediakan kamar kos bagi pekerja dari luar dan dapat menjual sembako,” tambahnya.

Jadi bagi Warga yang masih ngotot menolak pembebasan lahan, diminta segera menyepakati.

Zahir menjamin 25 ribu pekerja bagi anak daerah di kilang itu.

“Dengan adanya pembangunan (proyek) kilang minyak kita ingin membuka lapangan pekerjaan bagi 25 ribu putra-putri daerah kabupaten Batu Bara,” katanya.

Sikap tegas Zahir ini telah disampaikan di Kementerian Perhubungan di hadapan Presiden  Pertamina Nicke pada 16 Januari 2020, hadir diantaranya Direktur Pelindo I Dian Rachmawan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Sekda Sumut Sabrina dan Dirjen Perhubungan Laut.

Selepas ayam jago berkokok, seperti biasa, Sairin bergegas ke sawah untuk bertani di Dusun VI, Desa Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara, Pertengahan Februari 2020. Foto: TAF/kontra.ID

Mendegar peluang itu, Sairin berharap, selain menekankan pemerintah terapkan sistem ganti untung, ia juga berharap mendapat pekerjaan dari mega proyek Kilang.

“Kita berharap pemerintah, Pelindo ataupun Pertamina, sebagai pembangun kilang Minyak, dapat mempekerjakan anak dan cucu-cucu kami disitu,” harap Sairin.

Dia beralasan, tak ada alasan pemerintah menolak anak dan cucunya bekerja di proyek Kilang, sebagaimana seperti dirinya tak punya alasan untuk menolak pembebasan lahan demi kepentingan pembangunan.

“Ya mau tak mau kami sudah siap membebaskan lahan diperuntukan pembangunan, jadi, tak ada alasan pemerintah menolak anak dan cucu kami bekerja di proyek Kilang,” Tutupnya. ***