Connect with us

Mengenal Munir, Menggugurkan Dosa ‘Saudara’ Tentang HMI

Opini

Mengenal Munir, Menggugurkan Dosa ‘Saudara’ Tentang HMI

Arwan Syahputra Kader HMI cabang Lhokseumawe-Aceh Utara

Mengenal Munir, Menggugurkan Dosa ‘Saudara’ Tentang HMI

Teringat kata Munir, “Setelah saya pelajari, saya menemukan islam, mengakui bahwa dalam relasi social ada ketidakadilan. Ada yang menzalimi dan yang dizalimi. Islam harus memihak pada pihak yang dizalimi….Aku jadi bersemangat jadi aktivis, aku tetap di HMI, tetap jadi instruktur….”.

KONTRA.ID,- Antah apa saja yang dinobatkan pada HMI, sisi positif dan sisi negatif, antara kritik dan bahkan hardik, antara pujian pun tak lepas dari cacian, yang disematkan pada himpunan mahasiswa Islam yang lahir pada 5 february 1947, yang kini telah berusia 74 tahun ini.

Usia Himpunan yang selisih dua tahun saja pasca kemerdekaan RI, dinamika internal dan eksternal banyak datang pada himpunan hijau hitam ini. Bahkan, sejak zaman orde lama, sistem pemerintahan yang kian menginginkan HMI ini bubar, apalagi PKI yang alergi pada HMI.
Dilanjut lagi, masa orde baru, peran HMI yang kian menjadi penyeimbang, hingga mengambil peran dalam menghantarkan rakyat Indonesia pada era yang disebut ‘Reformasi’.

HMI yang merupakan Harapan masyarakat Indonesia (kata Jend Sudirman) akhir-akhir ini menuai bertambahnya harapan, dan tak lepas dari cacian yang menyebutkan ‘antek-antek pemerintahan’, ‘sok agamis dan akademis’, kesantunan bertutur HMI dalam bicara ‘kanda Yunda’ pun diceloteh oleh segelintir orang (menyebut dirinya dari kelompok).

HMI dan dinamika didalamnya

Tak perlu jauh-jauh bahas banyaknya pejabat negara dan daerah dari golongan HMI (tentu ini menjadi bahan tertawaan), pastilah disebut “ya iyalah HMI Haus kekuasaan”, belum lagi saat pelengseran Gusdur yang sampai saat ini masih berbekas dan dikait-kaitkan dengan ulah si HMI conection (padahal entah apa kaitannya dengan HMI, organisasi mahasiswa malah dianggap macam MPR yang harus bertanggungjawab soal pemakzulan).

Tapi, Ya tidak apa apa, makian atau kata semacam apapun, masih terlalu lemak seperti gulai bagi kader HMI, tak ada yang baper, bukan tak mau tapi serasa tak perlu, karena kader HMI dituntut bicara berdasarkan pustaka (bukan pakai rasa) sampai-sampai selalu teringat kata imam Syafi’i, tidak menjawab pertanyaan orang dungu adalah jawaban.

HMI, yang ku ketahui memang telah biasa berdinamika, mulai dari RAK, muskom, Konfercab, musda, sampai pada tingkat Kongres, telah diajarkan berdinamika didalamnya. Bahkan saat tersandung masalah, serasa kader si hijau hitam ini tak cengeng, padahal banyak kanda di sistem sana.

Munir dan Himpunan mahasiswa Islam

Pada ‘Saudara’ yang sekaligus menganggap diri member tetap dalam lingkar gerakan perlawanan, minimal dengan membaca historia HMI dapat mengguncang wilayah pemikiran ‘Saudara’, terhadap HMI yang sesungguhnya.

Apalagi pada september hitam ini, Mengingat 17 tahun sudah wafatnya aktivis Munir aktivis HAM yang dikenal ditanah air, wafat pada 7 september 2004 silam, karena diracun diatas pesawat yang perjuangannya ditakuti kekuasaan. Membaca dan mengingat Munir Ini mungkin dapat menggugurkan dosa klaim sesat saudara tentang HMI. Munir said Thalib namanya, pendiri KontraS dan juga kader Himpunan Mahasiswa Islam (Mantan Ketua HMI Komisariat Fakultas Hukum di Universitas Brawijaya)

Perjuangan Munir ini, tak dapat dipisahkan dengan gerakan hak azasi manusia, gayanya yang tak pernah tunjukkan ketakutan (bukan tak ada rasa takut, namun tak ingin menunjukkan, agar rakyat Indonesia tak menjadi takut). Dari mengadvokasi aktivis mahasiswa yang diculik, dikriminalisasi dan korban kekerasan HAM, banyak di advokasi oleh Munir (lebih lengkap silahkan baca : Cak Munir engkau takkan pernah pergi ).

Tudingan Sesat tentang ‘HMI adalah antek-antek pemerintahan’ katanya, terbantahkan dengan mengenal Munir aktivis HAM dan HMI. Munir mungkin pergi, namun jiwa-jiwanya tak kan mati, bersatu pada jiwa aktivis mahasiswa dan HMI.

Meski nantinya, tulisan ini dianggap bermuatan subyektif, tak jadi masalah, karena tak ada kebenaran objektif selama kebenaran itu keluar dari mulut manusia.

Tak perlu khawatir, minimal saya bertanggungjawab atas tulisan dan jawaban ini, namun sesekali pun tak ingin bertanggungjawab atas pemahaman ‘saudara’ tentang tulisan ini, karena pemahaman tergantung apa yang dicari (jika dicari kebenaran hakiki, mesti harus mendengarkan, namun jika tak ingin eksistensi direnggut mestilah tetap berparadigma buruk selalu tentang HMI).
Teringat dengan satu hal kalimat senior ku di HMI, ‘jika orang yang tak suka, jangankan kebenaran yang disampaikan, bahkan bernafas dihadapannya pun dianggap fatal jadi kesalahan,’.

Munir, adalah salah satu contoh kecil, HMI memang dituntut jadi penyeimbang, yang buruk harus dilawan, namun yang baik tak mungkin harus dihadang.
Ingat, Perjuangan Munir adalah manisfestasi dari perjuangan Islam dan jiwa Himpunan Mahasiswa Islam yang ia pelajari.

Bahkan Munir pernah mengatakan, “Setelah saya pelajari, saya menemukan islam, mengakui bahwa dalam relasi social ada ketidakadilan. Ada yang menzalimi dan yang dizalimi. Islam harus memihak pada pihak yang dizalimi….Aku jadi bersemangat jadi aktivis, aku tetap di HMI, tetap jadi instruktur….”.

Namun sanggup kah kita mengatakan HMI adalah antek-antek? Sedang kita selalu Peringati kematian salah satu kadernya.

Tak adil ‘Saudara’, jika memisahkan Munir dan HMI. Sama saja seperti memisahkan kulit dari darah, misahkan rambut dan kepala.

Semoga kita sadar, menganggap HMI (secara organisasi) adalah antek-antek pemerintahan, berarti berdosanya saudara secara tak langsung menghardik organisasi tempat Munir pejuang kemanusiaan berproses.
Kritik konstruktif untuk HMI dianggap penting, namun jangan gunakan logika sesat, saat salah perseorangan, himpunan pula yang dikorbankan.

 

Harapan

Pemerintahan Presiden Jokowi yang pernah berjanji serta komit pada pengungkapan kasus HAM, dapat segera diselesaikan.
Para kader HMI sekalian (mungkin khazanah pengetahuan lebih tinggi soal himpunan), mendorong upaya pengungkapan keadilan bagi alm Munir, adalah cara wujudkan kepedulian himpunan.
Teman satu pergerakan (bukan HMI), soal penindasan tak pernah pandang ideologi dan gender, dan perlu bersama wujudkan keadilan bagi munir, adalah keadilan bagi kemanusiaan.

Tulisan ini hanya refleksi 17 kematian Munir,
Dan penyadaran (jika bisa) kepada ‘saudara’, tentang HMI.

Yakin usaha sampai

Penulis : Arwan Syahputra, kader himpunan mahasiswa Islam cabang Lhokseumawe-Aceh Utara

Continue Reading
You may also like...
10 Comments

10 Comments

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Batalkan balasan

More in Opini

To Top